Minggu, 30 Oktober 2011

Cerita kemacetan Jakarta yang tidak pernah bosan untuk diceritakan

Melintasi Jakarta pada pukul 9 pagi atau 6 sore? Tidak terima kasih. Jika anda termasuk orang yang masih ingin menjaga tingkat kewarasan anda berada di titik normal, anda pasti akan memberikan jawaban yang sama dengan saya. Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah kendaraan bermotor, baik itu roda empat maupun roda dua, di Jakarta dengan tingkat yang bisa disebut mengkhawatirkan, jalan di Jakarta pun semakin kasat mata tidak mampu untuk menampung para penggunanya setiap harinya. Adapun usaha untuk menambah jalan baik itu dengan melebarkan, menjembatankan, mendalamtanahkan, atau apapun itu. Proses menuju kesananya (pembangunannya) pun serasa menjadi neraka bagi mereka yang tengah berada di sekelilingnya. Bukan tak mungkin, saat jalanan baru itu mulai dioperasikan, keadaan sudah terlanjut akut stadium 4 karena laju pertambahan kendaraan bermotor yang menggila selama proses pembangunannya. Sehingga kehadirannya menjadi sesuatu yang tidak solutif. Sehingga sebetulnya, semua orang juga sudah tahu bahwa akar permasalahan terletak bukan pada luasnya jalan namun pada pertambahan kendaraan bermotor yang tidak terkendali. Sejauh ini belum ada terdengar adanya usaha dari Pemerintah Daerah untuk menekan angka pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor. Alih-alih, sang ahlinya Jakarta hanya berkonsentrasi untuk menambah jumlah jalanan di Jakarta yang pada akhirnya proses tersebut hanya memperparah kemacetan di beberapa titik pembangunan, Jl. Prof. Dr. Satrio (jalan casablanca) adalah salah satunya, pembangunan proyek ambisius untuk melayangkan Kampung Melayu - Tanah Abang sejauh ini telah menyulitkan para pengguna jalanan di sepanjang jalan tersebut. Mengingat jarak Kampung Melayu - Tanah Abang yang tidak bisa dibilang dekat, maka kemacetan di lokasi pembangunan ini akan berlangsung dalam waktu yang tidak sebentar. Sisi buruk lain dari usaha pemda ini adalah estetika atau keindahan lingkungan yang menjadi terganggu bukan hanya karena proses pembangunannya, namun karena kehadiran jalan baru yang dinilai dibangun secara serampangan itu membuat wajah Jakarta semakin semrawut gak karuan. Kalau sudah begini, kembali kita bertanya, kearah manakah pembangunan Jakarta ini mengarah sesungguhnya? Kita hanya bisa menunggu dengan sambil menahan nafas sesekali, dan berharap semoga Tuhan akan turun tangan menangani Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar