Minggu, 01 Januari 2012

terbang di akhir tahun

Perjalanan udara pada malam tahun baru memberikan sebuah pemandangan baru yang menakjubkan, di atas langit jakarta menjelang mendarat. Aku terpesona oleh sebuah sajian "banjir" kembang api yang berserakan di di langit jakarta dengan pemandangan bird eye's view. Sejauh ini mungkin aku sudah takjub dengan pemandangan kembang api yang bersaut-sautan disana-sini yang kulihat dari posisiku diatas bumi. Namun, dengan posisi pandang dari atas udara dengan range pandang yang jauh lebih luas, serta jumlah kembang api yang meledak diudara yang seakan tidak memberiku kesempatan sekejabpun untuk bernafas. Meletus disini, belum selesai sisa cahayanya habis, disebelah sana sudah meletus tanpa sempat kulihat saat meluncurnya, dan saat yang baru ini meletus menghasilkan cahaya warna-warni yang indah, terlihat tak jauh dari situ sebuah kembang api diluncurkan dari suatu perkampungan (tentu sesuai dengan kelasnya) seakan saling jawab-menjawab satu sama lain. Hal ini tentunya membuatku menarik beberapa kesimpulan tentang Jakarta :
1. Ternyata pada malam tahun baru (saat itu pukul 19.30 WIB) walaupun sebelum tengah malam, langit jakarta telah sangat meriah oleh kembang api jauh dalam skala yang lebih besar dari yang selama ini pernah kubayangkan.
2. Penduduk jakarta ternyata memang sangat tidak bisa diremehkan dalam hal kuantitas, maksudnya ya, sangat banyak. Kembang api yang meluncur disana-sini tentu saja menggambarkan aktivitas beberapa kecil bagian penduduk ibukota ini, namun itu belum semuanya.
3. Berapa rupiah omzet perkembangapian yang dihasilkan pada malam itu, mengingat dilangit meletus dalam jumlah yang sangat banyak, perputaran uang pada malam itu tergambar jelas ukurannya "hanya" dari kuantitas kembang api. Terbayang, ternyata penduduk jakarta juga ga miskin-miskin amat.
4. Semuanya berpesta malam itu, mulai dari yang kaya sampai yang miskin, yang elit sampai yang kampung, yang megah sampai yang dimegah-megahkan, malam tahun baru memang lebih dari sekedar jarum jam yang berjalan melewati pukul 12. Hal ini jauh dimulai sebelum detik-detik 'menentukan' itu.

Malam itu bermilyar uang dibakar untuk kembang api (dan belum untuk hal lain yang sifatnya selebrasi), tentu aku tidak akan mengatakan hal-hal klise tentang kemana sebaiknya uang itu dialirkan. Namun yang kulihat, dan kudengar sepanjang perjalanan belumlah mencapai klimaksnya, namun sudah cukup membuatku terpana oleh hiruk-pikuk pesta rakyat seluruh planet bumi teritori jakarta. Mungkin pada pukul 12 (bukan mungkin, tapi pastinya) adalah puncak dari pesta dengan kegilaan yang berlipat ganda dari yang telah kusaksikan, namun aku tidak menyaksikannya karena aku tertidur kelelahan saat terjadi pergantian tahun.