Rabu, 15 Desember 2010

15 Desember 2010

Surat Pembebastugasan diriku dari instansi ini telah kuterima, biasanya ini adalah bahasa halus untuk suatu pemecatan. Tapi untukku ini jalan menuju kebebasan, tanpa merugikan pihak manapun :)

Dan aku pun berpacu untuk menyelesaikan hutang pekerjaanku semaksimal yang kubisa.

14 Desember 2010

Dihajar delay pesawat dan insomnia ringan, membuatku tidak bisa absen pagi untuk bekerja sesuai dengan waktu yang diharapkan. Akibatnya? Potongan penghasilan seperti biasanya.
Akupun masuk setengah hari, sambil mengharapkan bisaa bekerja maksimal dalam waktu yang ada.

13 Desember 2010 - Kembali ke Jurangmangu

Hari ini adalah hari yang panjang, mengawalinya dengan sarapan nasi goreng campur mie sisa tadi malem yang sudah dihangatkan, tapi terasa sangat nikmat (entah kenapa).

Hari ini jadwalnya untuk KEMBALI ke daerah jurangmangu/bintaro sana untuk melakukan proses daftar ulang demi melanjutkan masa perkuliahan yang kuidamkan sebagai ajang 'membeli' waktu untuk lepas sejenak dari rutinitas pekerjaan.

Hal pertama yang harus kuhadapi adalah bagaimana membiasakan diri dengan lingkungan kampus yang telah kutinggalkan lebih dari lima tahun. Namun entah mengapa semuanya terasa sulit saat ku berada di tengahnya, asing dan sangat tidak bebas. Tapi segera kuinsaf bahwa mungkin ini harga yang harus dibayar dan dilewati untuk bisa mencapai cita-cita yang kuinginkan. Salah satu contoh kecilnya, dimana aku diharuskan mengganti celana dari jenis jeans ke celana bahan (yang untungnya telah kusiapkan semuanya dari rumah).

Namun bukan itu permasalahan utamanya, karena aku masih harus menghadapi ketidaksiapan (aku belum tega menggunakan kata 'ketidakprofesionalan') panitia dalam menyingkapi pendaftaran yang entah mengapa justru membludak di hari pertama (untuk rentang waktu yang tersedia '10 hari' ini adalah sesuatu yang diluar dugaan), dari sistem pengantrian yang tidak jelas, sehingga urutan antran yang menjadi amat membingungkan, sistem pendaftaran yang menggunakan media elektronik tersebut juga sempat down. Sehingga aku yang datang sejak pukul 10.30 baru bisa selesai pukul 14.30, namun hal itu perlu dicatat telah dipotong oleh waktu istirahat panitia pada pukul 12.00 - 13.00 (walaupun efektif mulai bekerjanya pukul 13.30), mungkin karena masih gagap di hari pertama, segalanya terasa seperti lambat pada saat itu.

Hari itu kumanfaatkan juga untuk bernostalgia, pertemuan dengan seorang dosen (baca : widyaiswara) yang konon sudah 4x terkena serangan stroke sehingga kondisinya menjadi sangat berbeda dibandingkan dengan dosen-dosen lainnya. Namun entah apa yang membuat Pak Dosen ini tetap mempertahankan semangatnya untuk tetap mengajar, suatu pengabdian tanpa akhir mungkin. Yang jelas, berpapasan jalannya aku dengan pak dosen mengingatkanku pada masa-masa kuliah 9 tahun yang lalu bersama teman-teman yang saat ini sudah menyebar ke seluruh pelosok Indonesia. Hormatku padamu Pak Dosen!

Selesai proses daftar ulang, segalanya menjadi tanggung dari segi waktu, rencana awal adalah selesai daftar ulang yang kuperkirakan tidak memakan waktu yang lama, aku mungkin akan berkeliling mencari kos-kosan lalu pulang ke rumahku yang mana jalurnya membelah Jakarta menjadi utara dan selatan, lalu baru berangkat menuju bandara Soetta. Namun jika kondisinya dihadapkan pada pukul 14.30, kembali ke rumah untuk mengambil pakaian-pakaian yang tertinggal mungkin bukan suatu ide yang bagus, berkeliling mencari kos juga sudah enggan kulakukan. Kuingat saat itu, di dalam tas ku sudah ada tiket pesawat Jakarta-Lombok, surat-surat semuanya lengkap. Jadi mungkin aku bisa langsung pulang ke lombok dari kampus ini, suatu hal baru bagiku. Dan akhirnya pun kuputuskan demikian, dengan membawa baju, sepatu, serta kaus kaki bokap aku pulang menuju Lombok dengan moda transportasi 'X-trans', bus tanggung yang pembelian tiketnya berada di loket khusus, dan hanya melayani penumpang yang membeli di loket-loket tersebut. Lewat BSD, Daan Mogot, dan tempat-tempat lain yang tak kuperhatikan karena kesibukanku membaca rollingstones.

Sampai bandara pun aku masih dihadapkan pada masalah klasik. Lion Air Delay!.. Dong!

Senin, 13 Desember 2010

12 Desember 2010

Bermain ke daerah cibubur, menikmati metromininya jakarta, menikmati jalan rusak (bahkan di kota besar pun), menikmati kisah, menikmati membaca berjuta pamflet dan spanduk yang 'menghias' jakarta.

Menikmati siomay pinggir jalan Kampus UKI Cawang, semuanya berawal dari menikmati membaca koran sampai sedetail yang kubisa di pagi harinya.

11 Desember 2010

Nyaris ga bangun buat dapetin jadwal pesawat jam 06.10 WITA kalau ga ada precious wake-up call. Agenda hari itu lumayan padat (di pagi harinya), setelah sampe Jakarta, langsung harus buru-buru nyampe rumah buat naruh keyboard, yang sudah cukup menyusahkan sejak proses pengepakannya, dan apalagi sekarang, saat membawanya. Untuk kemudian bergegas menuju Samsat untuk bisa ngurus perpanjangan SIM C yang udah mati dari September kemarin.

Merasa ditipu tukang taksi express sialan. gara-gara gw ga merhatiin jalan dia ngambil jalan tol dengan arah memutar (tapi sebenernya ga memutar-mutar amat sih) tapi tetep aja bukan jalan yang gw mau. Tapi ya sudahlah, toh secara ongkos juga ga jauh beda (udah gw bandingin). Adapun alasan gw milih ber priyayi ria dengan naik taksi karena bis damri yang gw tunggu-tunggu (jurusan Rawamangun) ga dateng-dateng. Sementara Samsat tutup jam 12, takut bakal macet di jalan. Namun emang dasar gw udah bermental daerah, dan ga tau keadaan jakarta yang up to date, jadi ga tau gimana keadaan lalu-lintas pada hari sabtu (tau lancar mending tadi gw nunggu bis aja dengan sabar).

Ok, singkat kata, setelah naruh Keyboard, gw langsung ke Samsat. Sampai sana gw dipusingkan dengan cara pihak kepolisian dengan melayani masyarakat sipil. Semua penjelasan serba apa adanya, kayak : "KTP kopi 3". Udah, gitu aja, abis itu ngapaian gw juga dibikin bingung. Gimana sih ini bapak-bapak polisi, tapi ya udah gw ikutin, n gw tanya lagi "disini ada fotokopi dekat pak?" dengan nada sopan (tapi ga takut). Dia cuma dengan kepalanya mengarahkan gw kesuatu arah yang dia maksud. Hmmm.. oke deh. gw ngerasa lebih waras jadi gw harus lebih sabar. setelah fotokopi (dengan disrobot oleh oknum berseragam yang entah dengan sibuknya sedang mengurus perpanjangan SIM nya siapa juga gw ga tau (kalo dibilang simnya dia pribadi, kok KTPnya ada lebih dari satu), sekilas inget tulisan di pintu masuk Samsat kebon nanas Jakarta Timur ini, kalimat aslinya gw lupa tapi intinya begini

'JANGANLAH MENGURUS MELALUI CALO (wahai kau anak manusia)..'

sorry, bagian terakhir gw nya yg lebay. ).

Selesai fotokopi kembali berhadapan dengan Pak Polisi 'simbolis' tadi karena memberi gw petunjuk dengan simbol-simbol dikepalanya. Dan dia memberi lagi pengarahan, "mas ke asuransi, bayar, kesana, kesana, kesana..." buset!!!!!! sangat singkat, padat dan TIDAK JELAS~

ya udah gw pikir, dari pada ngasi ruang buat sakit hati atas pelayanan yang apa adanya, mending gw berimprovisasi. Learning by doing, coba ke asuransi (satu-satunya petunjuk pak simbolis tadi yang jelas), tanya, diserobot calo (yang tadi), tanya lagi, dijawab, bayar suruh ke kesehatan buat cek buta warna, dokternya jutek pula (mirip barak militer pas lagi perang ini SAMSAT). Satu-satunya yang ramah cuma petugas Bank BRI (tempat setor biaya) dan bapak-bapak tempat ngambil SIM, setelah isi formulir lalu difoto oleh petugas yang sama TIDAK RAMAHNYA. Haduh, tapi gw masih bersyukur semua ini berlalu dengan cepat.

Karena soal cepatnya pelayanan, harus gw akui, Pihak kepolisian sudah memenuhi janji pelayanan yang tertulis "perpanjangan SIM 30 menit". Tapi mungkin itu juga karena janjinya ga mencakup keramahan, makanya para kru nya ga ada yang ramah. Mungkin suatu hari perlu ditambahkan soal keramahan itu di janji pelayanan. :)

10 Desember 2010

My brother's birthday. Sambil siap-siap besok buat balik ke Jakarta, untuk daftar ulang kuliah (beasiswa-sejenisnya). Sholat Jum'at ditengah suasana hujan bareng teman-teman kantor di Masjid Raya At-Taqwa Mataram. Mataram memang dalam keadaan hujan yang lebat dan lumayan sering frekuensinya.

9 Desember 2010

Kehujanan waktu berniat lari pagi di Kawasan Universitas Mataram, gak nyaman banget pagi-pagi dah kebasahan. Karena udah terlanjur, ya udah, saat hujan mereda tinggal rintik-rintik kecil, gw mencoba berlari-lari kecil.

Ternyata belum jauh jarak gw tempuh, hujan turun lagi dan deras. Berteduh lagi terpaksa. Berhubung hari itu hari kantor, jadi terpaksa hajat tak terselesaikan. Kembali lagi pulang ke rumah. (dalam keadaan basah).

8 Desember 2010

Nothing special actually about this day, kecuali mungkin ada satu yang perlu dicatat, bahwa pada siangnya gw nyobain sesuatu yang (lagi-lagi karena kebebalan gw, jadi gw anggap) baru, yaitu akupresur. Mungkin kalo ditilik dari namanya, bisa dikorek-korek kalo sebenernya didalam akupresur ini bersemayam unsur akupuntur dan sesuatu yang berhubungan sama tekanan (pressure). Awalnya gw mikir begitu.
Pas nyampe di tempatnya (akupresure bersaudara Jl. Madiun No. 6 ato 8 (gw lupa) BTN Taman Baru Mataram), langsung diperkenalkan secara singkat sama senseinya dan tarifnya juga lumayan ga murah. Rp.60ribu / jam. Tapi karena penasaran ya udah ga ada salahnya gw coba.

Ternyata yang gw rasain mirip dengan pijat refleksi, adapun instrumen yang digunakan adalah sebuah kayu kecil namun solid yang digunakan untuk bagian-bagian kaki (dan ini sebenernya inti akupresurenya). Memang ternyata menurut keterangan yang udah gw dapetin didepan tadi, akupresure itu seperti akupuntur yang nusuk-nusuk titik-titik penting tubuh dengan jarum untuk tujuan kesehatan tertentu, nah.. Akupresure mengambil prinsip itu tadi (soal titik-titiknya), tapi ya cuma di tekan-tekan. tapi itu juga udah lumayan sakit. kadang-kadang malah kata lumayannya ilang. hehe

sekitar 20 menit berkisar di bagian kaki (inti akupresure), akhirnya merambat ke wilayah tangan, punggung, dan kepala. Yang mana sisanya ini tadi cuma sebagai suplemen dari paket akupresure itu.

Secara keseluruhan, body ini rasanya enak abis di akupresure, katanya do'i bisa juga dipakai sebagai terapi pengobatan penyakit-penyakit yang kalo gw baca di listnya lumayan berat juga. Namun, ya namanya terapi ya ga bisa sekali dua kali (kata senseinya), harus rutin. Dan hebatnya ga pake obat tambahan atau bahan kimia lain.

Untuk gw yg cuma mau coba-coba waktu itu, yang dalam bahasa mereka 'untuk pencegahan', lumayan lah untuk sekali-kali dicoba. dapet nilai 7,5 untuk amusementnya.

7 Desember 2010 - Torean

Pada hari libur tahun baru Islam, waktu itu terbesit rencana untuk bisa mengelilingi lombok untuk memenuhi suatu perasaan sendu diri yang akan berpisah dengan pulau yang telah menjadi rumah keduaku selama 5 tahun kebelakang ini. Namun aku juga ingin suatu titik baru atau setidaknya suatu titik di pulau ini yang sangat jarang kusinggahi / kulewati. Akhirnya, walaupun dengan keuangan yang sedang tidak stabil di bulan ini, aku memutuskan untuk pergi ke Desa Torean (sejauh sebelum aku menginjakkan kaki di desa tersebut, hal yang aku tahu tentang torean hanyalah sebuah pintu masuk "minor" menuju Danau Segara Anak-Taman Nasional Gunung Rinjani). Dengan berkendara mobil sewaan, dengan tangki bensin terisi bensin bernominal Rp.100.000, kubergegas pergi lewat arah bayan, setelah sebelumnya sempat berhenti di pusuk untuk "sowan" ke "uwak", dan berhenti di Tanjung untuk menanyakan lokasi Torean. Perjalanan berlangsung menyenangkan, tak ada hambatan yang menghalangi ku sampai di depan Kantor Desa Loloan.

Perlu kuceritakan sedikit, bahwa dari hasil berhenti-berhenti dibanyak tempat untuk menanyakan informasi tentang tempat yang sedang kutuju, ternyata yang kuketahui adalah bahwa untuk bisa menuju Torean, kita harus berhenti di depan kantor desa Loloan, yang ternyata Torean itu sendiri bukanlah suatu Desa namun hanyalah kampung kecil (suatu informasi baru buatku), dimana untuk mencapai Kampung Torean ini, tidaklah bisa dilalui dengan mobil avanza sewaanku ini (atau mobil-mobil kota sejenisnya) karena alasan rusaknya kondisi jalan, melainkan jika tidak dengan truk (biasa untuk mengangkut hasil panen, dan akan tambah merusak jalan IMHO) atau dengan motor. Akhirnya kuputuskan pada pilihan kedua untuk menuju Torean, namun ongkos sewanya tidaklah murah (untuk ukuran ojek) Rp.30.000 pp (setelah terjadi tawar-menawar, tadinya Rp.40.000. Sang Mamang ojek bersikukuh bahwa harga tersebut sudah pantas untuk medan perjalanan yang akan dihadapi). Awalnya aku tidak percaya dengan harga yang ditetapkan, namun mengingat posisi sudah terlanjur basah (sudah kepalang tanggung) dan langit juga menunjukkan tanda-tanda akan turun hujan, maka aku setujui harga yang ditetapkan. Jadilah saya dan si Mamang berdua menuju torean dengan motor yang sepertinya sudah sangat sering dipaksa bekerja keras menghadapi dunia ^_^.

Dan Ternyata apa yang diucapkan sang Mamang benar, medannya sangat berat, dan amat tidak mungkin untuk mobil pribadi bisa melaluinya, dan jika tidak berpapasan dengan truk di tengah jalan, mungkin aku juga tidak percaya bahwa truk bisa melalui jalan ini. Angka 8 km yang sempat terlontar dari mulut penduduk lokal saat kutanya tentang jarak antara Kantor Desa Loloan (tempat aku memarkir mobil) sampai Kampung Torean ternyata benar-benar terbukti, dan itu semua harus dilalui dengan perkiraan hanya 5% saja jalan yang terasa layak untuk dilalui oleh kendaraan bermotor. Namun motor harus tetap terus melaju, mengingat jikalau turun hujan sebelum sampai Torean maka perjalanan akan jauh lebih sulit.

Sebagai gambaran, medan yang harus dilalui menuju Torean adalah jalan bertanah, hanya sedikit yang beraspal (katanya diprioritaskan untuk yang diaspal adalah jalan tanjakan) namun kenyataannya aspal yang kutemui adalah aspal-aspal yang telah hancur, yang malah membuat perjalanan tanjakan menjadi lebih sulit. Lubang-lubang di jalanan tanah yang teramat dalam, truk yang sedang turun kebawah saat berapapasan denganku mengalami kesulitan melewati jalanan sempit yang di sisi kirinya terdapat lubang besar dan panjang, terlihat, sang kernet sedang mencoba mengakalinya dengan menutupinya dengan kayu-kayu atau apapun itu untuk mencegah truknya merosot dan terjerembab. Belum lagi tak jarang ditemui tanjakan dengan sudut elevasi yang terlalu curam dengan medan jalan yang sangat buruk, sehingga mengharuskanku untuk turun sejenak dari motor dan berjalan.

Tepat sebelum sampai Torean, hujanpun turun, aku benar-benar bersyukur karena tidak harus mengalaminya saat sedang ditengah-tengah beratnya perjalanan tadi. Sempat tersampaikan informasi dari sang Mamang, bahwa Pemerintah Daerah pemekaran yang baru terbentuk ini berencana mengaspal jalan Torean-Loloan untuk bisa lebih mudah dilalui bagi para turis asing. Kesan pertama yang kudapat tentang Torean adalah sepi, dan sangat sepi, rumah-rumah sedikit jumlahnya di kampung ini, terdapat masjid yang ukurannya cukup besar dan saat itu terlihat baru mengalami renovasi.

Aku diajak mampir ke rumah salah seorang teman si Mamang, karena memang aku tadi berpesan kepadanya untuk minta dipertemukan dengan seseorang tempat aku bisa menanyakan tentang berbagai hal yang berhubungan dengan jalur Torean-Segara Anak. Setelah berteduh di suatu rumah, Dirikupun diperkenalkan oleh seseorang yang bernama Usman, (aku juga berkenalan dengan sang Mamang, namun lupa namanya). Usman, adalah warga setempat yang sering bekerja sebagai guide atau penunjuk jalan jika ada turis / tamu yang datang dan ingin mendaki Gunung Rinjani.

Usman menceritakan banyak hal tentang jalur Torean yang minor ini, suatu hal yang benar-benar tidak kuketahui dan sangat menarik untuk disimak, ditengah hujan yang semakin deras, Usman mengajakku dan si Mamang untuk pindah ke rumahnya sehingga yang menurutnya lebih nyaman untuk bisa melanjutkan obrolan. karena menurutnya rumah tempat sekarang kami berbicara adalah rumah mertuanya dan sedang tidak ada orang lain disitu.

Di rumah Usman, kami melanjutkan pembicaraan pembicaraan di brugak tradisional milik keluarganya, ditengah guyuran hujan yang semakin deras, saya merasakan sebuah kehangatan dan keramahan sebuah keluarga sederhana van Torean. Karena seluruh keluarganya pun ikut bergabung dalam pembicaraan tentang jalur gunung dengan perspektifnya masing-masing, baik dari bapak yang sudah lanjut (namun dulu pernah sering naik gunung Rinjani) sampai seorang ibu yang juga mengatakan pernah berkunjung ke Danau Segara Anak. Seluruh cerita tentang pengalaman mereka kurangkum sebagai suatu pengetahuan baru tentang jalur yang masih misterius untukku ini. Dengan Suguhan kopi hitam khas lombok dan lintingan tembakau yang mereka hisap menambah suasana yang sangat orisinil saat itu.

Cukup lama aku berada ditengah-tengah mereka, dan merekapun bisa menerimaku dengan tulus, sampai tak terasa hujanpun berhenti setelah mungkin 1,5 jam turun. Dan berbekal semua informasi yang telah kudapatkan dari orang-orang super ramah, yang mungkin informasi tersebut akan kuperlukan jika suatu hari nanti akan mendaki rinjani via Torean. Akupun berpamitan untuk pulang saat waktu menunjukkan pukul 16.30 WITA

Senin, 06 Desember 2010

6 Desember 2010

Apa yang akan kamu lakukan saat dirimu benar-benar dalam keadaann terkepung oleh hujan yang turus dengan sangat derasnya, dimana kamu mendapatkan tempat berteduh yang sangat tidak representative dengan bocornya di sana-sini, membuat untuk bisa berdiri tegak demi menjaga pakaian tetap kering adalah sesuatu yang sangat mewah saat itu?

Sang Hujanpun semakin giat turun ke bumi, percikan kuatnya di atas permukaan aspal bak sebuah paku tegas untuk menggembeskan ban mobil para penjahat yang bermunculan dan hilang dalam sekejap. Tak bisa bergerak sedikitpun, bahkan untuk menggerakkan tangan pun anda akan terkena bocoran air. Namun, sekeras apapun aku berusaha, tetap saja baju ini basah terkena butir-butir halus air yang beterbangan riang tertiup angin, yang pada akhirnya membuatku mengambil keputusan untuk keluar menerjang tebalnya tirai hujan.

**bersama Jaguro kumenerjang hujan nan tebal

5 Desember 2010

Menerobos hujan dengan menghabiskan senja di Pantai Mangsit, walaupun awalnya agak pesimis bisa mendapatkan sunset yang soulful dikarenakan hujan yang terus mengguyur sejak perjalanan dari Mataram. Namun perjuangan yang telah dilakukan tidak berujung sia-sia, Gw mendapatkan lebih dari yang gw harapkan. Entah sore itu terasa sangat ajaib, dimana hujan tetap mengguyur, namun di langit hanya terhampar mendung tipis, dimana sisi barat tetap menawarkan pemandangan langit cerah seperti tidak terjadi apa-apa di bumi tempat gw berpijak.

Jadinya...

Suatu keindahan hybrid yang bisa didapatkan dari kebaikan 2 dunia berbeda (hujan dan cerah), Air pantai yang tenang, dengan ombak yang datang begitu anggun dan teratur, dimana hal ini biasanya muncul setelah hujan turun dan angin tidak bertiup dengan keras. Sinar keemasan dari mentari pun memoles sore itu dengan memantulkan cahayanya secara lembut ke permukaan air laut yang tenang, menciptakan suatu nuansa yang sangat-sangat damai. Jauh dari sifat kerasnya sebagai matahari siang, sore itu mentari menjadi sangat pengayom bagi penikmat sunset di pantai Mangsit (pantai favorit gw) yang mana sore itu hanya ada aku dan si dia.

hanya ada satu kata yang bisa menggambarkan suasanannya.. damai..

Bah dah tinggal menghitung hari..

Bekerja di pulau lombok selama 5 tahun ini memang sangat tidak terasa waktu berjalannya, yang terasa, weekend, besoknya senin, eh tau-tau dah hari jum'at lagi. Begitu yang terjadi sejak gw menginjakkan kaki dari tahun 2005.

Berhubung ane punya hajat untuk merantau ke ibukota pada akhir Desember ini, yang mana itu berarti ke"eksis"an ane di pulau ini tinggal menghitung hari aja (sedih juga), pingin rasanya ane flashback tentang apa aja yang udah ane laluin 5 tahun kebelakang. Seru banget!

Oke untuk yang pertama ini, saat-saat baru dateng dulu, tepatnya 4 Mei 2005, dengan bermodakan pesawat Lion (yang waktu itu masih pake transit di Juanda Surabaya dulu) ane mengetuk pintu pulau lombok melalui bandara Selaparang. Sekilas ane dah liat-liat di internet macam mana pulak sih ini pulau, dan ternyata apa yang ditawarkan naga-naganya bisa bikin ane betah di pulau ini.
s***sssssstt... ini juga adalah kali pertama ane naik pesawat.

Sesaat terdengar sang pramugari mengumumkan bahwa "pesawat anda akan segera landing di bandar udara Selaparang Mataram, perlu diinformasikan bahwa terdapat perbedaan waktu bla bla bla....", begitu nengok ke jendela terlihat sebuah pulau dengan bukit-bukitnya yang eksotis dipadu dengan garis pantai nan indah dan panjang dan tidak boleh dilupakan adalah balutan pepohonan yang sangat lebat disana-sini membuat kesan.. "hey i'm going to the jungle!!!"

Wah makin ga sabar nih.. sesaat setelah mendarat, karena saya adalah seorang PNS baru dengan struktur kesenioran yang cukup dapat mengayomi para newbie di tanah rantau, maka singkat kata, seorang senior yang berdedikasi pada pekerjaannya menanti saya di bandara, untuk kemudian membawa saya menuju rumah dinas nan reyot (tapi sangat berkesan dan penuh kenangan). Sepanjang perjalanan ane yang sebelumnya cuma jadi anak rumahan di ibukota terus bergumam dalam hati,

"wehehehe... gw di mataram man.. lombok.. bukan di rawamangun, jatinegara, ato pulomasss"

melewati Jl. Udayana, melewati tugu (konon namanya) t*i kuda yang sekarang sudah almarhum, melewati perempatan BI. Masuk ke Jl. Airlangga untuk kemudian berbelok menuju barat (oh iya, di Lombok juga gw jadi sadar mata angin, mana barat mana timur, utara maupun selatan karena disini penunjuk arah adalah hal demikian) via Jl. Pendidikan menuju Jl. R. Soeprapto dimana rumah dinas itu berada.

Berhubung saat itu hari sabtu, sudah sempat kepikiran untuk langsung jalan-jalan liat pulau lombok ini. tapi apa daya, ane belum punya motor saat itu. Jadi ga bisa kemana-mana, namun para kakak yang baik hati itu keesokan harinya mengajak kita untuk mampir melihat salah satu ujung tombak pariwisata lombok yang bernama Senggigi.

Bermain kano untuk pertama kali, berenang di pantai yang bersih (tahun 2005 senggigi masih jauh lebih bersih dibanding terakhir kali ane main kesana) pertama kali sejak SD waktu dulu ikutan piknik sekolah ke Ancol, dan menikmati sunset di pantai Pulau Lombok untuk pertama kalinya.

Dan mulai hari itu, cerita demi cerita pun mengalir dengan derasnya.


(lebih pede kalo gelap -5 Mei 2005- dan postur di foto ini juga sudah tidak menggambarkan kekinian sang manusia lagi)

Sabtu, 04 Desember 2010

4 Desember 2010

Bermain futsal bersama teman-teman kantor lama di suatu arena baru benar-benar bisa menjadi sebuah refreshment sekaligus moment yang tepat sebelum suatu perpisahan dengan mereka, menjadi suatu warna di hari itu selain sebuah kesembengan dari si Dia karena sebuah keterlambatan bangun dari tidur. Dan efek yoyo akan staminaku benar-benar berada di level yang agak parah, dimana jika aku berhenti sejenak (atau beberapa waktu) dalam menempa fisik (dengan berlari, bersepeda, dsb) maka dalam bermain futsal ini staminakupun akan dengan mudah habis, seperti saat tadi bermain futsal, terlepas dari aspek fun dan antusiasmeku dalam bermain dengan kawan lama dan tempat baru, body ini sudah sangat competitiveless untuk diajak berpacu. Memang dia pernah sangat bisa diandalkan dalam waktu yang tidak terlalu lama dari sekarang, saat aku rajin jogging dan beraktivitas kardio lainnya untuk persiapan triathlon (yang mana belum jadi-jadi sampai sekarang). Aku saat itu bisa berlari kesana kemari dalam bermain futsal tanpa kehabisan napas (akupun sendiri sampai heran akan hal itu), namun semua hal itu hilang dalam sekejap saat kuberhenti dari semua latihan dan kehabisan tenaga sebelum pertandingan berakhir di arena futsal terakhir. Yoyo oh yoyo

Nihon Go yang Menyulitkan

Ternyata mengucapkan lafal dalam nihon Go lebih sulit dari yang dibayangkan, untuk kasus saya hal itu muncul dalam implementasi nyanyian. Berhubung diri ini sedang gandrung-gandrungnya dengan sebuah lagu Jepang berjudul Love Song yang dibawakan oleh sebuah band bernama Luna Sea (referensi dari si Dia), maka kutempa diriku habis-habisan pada suatu malam demi berlatih dengan maksud bisa menyanyikannya (dengan iringan gitar) dengan teks dihapal diluar kepala. Namun, setelah bisa menghapalkan satu baris alinea dan memamerkannya di depan si Dia, tetap saja ada banyak ketidaksempurnaan disana-sini. Dia mengkoreksi banyak, terutama dengan cara pelafalan kata per kata. Fuuhhh.. napas panjang pun terlenguh sepanjang waktu dari diriku, namun ternyata dengan adanya koreksi, bunyinyapun terdengar lebih enak karena lebih mendekati versi orisinilnya. Pembelajaran memang selalu ada harga dan manfaatnya. :_)

3 Desember 2010

Total kuberikan my "4 and 20 hours" to her. Mencoba untuk tulus kepadanya. Namun paginya seperti tidak ada harganya.

Kamis, 02 Desember 2010

Masjid Mamba'ul Hikmah Mataram

Salam Pertama, sekilas sekilas kulihat lapangan tenis yang tak banyak berubah dibanding 5 tahun yang lalu. Salam kedua, kulihat sisi tembok masjid Mamba'ul Hikmah Jl. R. Soeprapto Mataram yang juga tetap berwarna putih polos. Begitulah suasana sembahyang di lantai dua masjid tersebut. Seperti ketika kulakukan sholat jum'at di waktu-waktu sebelum ini terutama saat ku singgah di rumah dinas pajak yang kami (para penghuninya) kenal dengan Al-Soep #11.
Setelah agak lama tidak singgah di masjid penuh kenangan ini, mungkin karena disebabkan juga oleh perasaan yang sedang melankolis karena akan meninggalkan lombok (untuk menuju Jakarta), Jum'at 3 Desember 2010 ini kuputuskan untuk menunaikan kewajiban sholat jum'at di masjid ini. Datang saat Khatib sedang asik-asiknya memberikan khotbahnya, terus terang aku tidak terlalu berkonsentrasi mendengarkannya, namun lebih melayang-layang ke 1,2,3,4 atau 5 tahun yang lalu dimana aku juga melakukan hal yang sama seperti yang sedang kulakukan. Duduk ditempat yang sama.
Sholat Jum'at, sholat maghrib (terkadang), sholat terawih di bulan ramadhan juga menjadi kenangan tersendiri, sampai-sampai kenangan akan buang air di pagi hari yang sering kulakukan di wc masjid ini atas pertimbangan kebersihan yang lebih mumpuni dibanding dengan kakus rumah dinasku.
Kenangan itu datang dengan sangat masif kepikiranku, aku sangat bersyukur telah berada di titik ini, titik dimana kumasih bisa mengenang semua keindahan suasana dimana banyak sahabat telah pergi meninggalkan, dan sedikit yang masih ada di dekat, namun ada juga sahabat baru yang muncul.
Dan sekarang aku menjadi dari salah satu yang akan pergi meninggalkan.

2 Desember 2010

Tidur siang di P.tilar ternyata nikmat, di lantai bawah kuhabiskan waktu sekitar hampir satu jam untuk memejamkan mata sejenak. Ingin kuhabiskan waktu dengan memeluk suasana yang ada, ingin merekamnya. Salah satunya mungkin dalam bentuk fotografi, mungkin ini saatnya aku menghilangkan kegagapanku akan bidang yang satu ini.

Rabu, 01 Desember 2010

1 Desember 2010

Hari terlewati dengan bernyanyi bareng teman-teman kantor di sebuah karaoke tengah kota pada jam istirahat kantor, yang ternyata berbarengan dengan rekan-rekannya si Dia. Merasa jauh dari laut, hal itu tersadarkan saat perjalanan pulang kantor menuju kos. Tersadar bahwa posisi kos yang sangat dekat dengan pantai, yang seandainya seluruh bangunan yang memisahkan kamar kosku dengan pantai diratakan dengan tanah, niscaya akan terlihat sang mother ocean (sulur kecilnya setidaknya). Besok pagi pingin mampir ke pantai Ampenan sambil bermain gitar yang akan kupersembahkan untuk sang Laut, semoga bisa bangun pagi. Esok tak kan boleh berlalu gratis, worth in everymoment. (Dengan potongan rambut baru)

ps. shitt... lupa nyuci seragam buat besok!