Gunung Kencana adalah sebuah nama bagiku, muncul entah dari mana, untuk kemudian pergi entah kemana. Namun, dia memberi suatu kesan atas kepergiannya. Aku sempat 2 malam "singgah" bermalam di kawasan tersebut. Sedikit gambaran tentangnya, Gunung Kencana sebetulnya bukanlah gunung, namun berfisik sebagai sebuah bukit dengan vegetasi hutan hujan yang rapat dan padat. Terletak di kawasan perkebunan teh milik salah satu perusahaan BUMN, jika dari Jakarta, maka kita harus mengambil jalur puncak ke arah Cianjur setelah melewati Masjid At-Taawun, tak jauh dari sana akan ada baliho besar Jasa Raharja dan disitulah kita terakhir berkendara umum, selebihnya bisa ditempuh dengan berjalan kaki melintasi perkebunan teh menuju ke tempat perkemahan. Di tempat ini juga terdapat sebuah obyek wisata yang bernama Telaga Warna, yang kemarin aku tidak berkesempatan untuk mengunjunginya. Terdapat dua bukit di dalam kawasan ini, yaitu disebut Gunung Luhur dan Gunung Kencana. Keduanya tertutupi oleh lebatnya hijau rimbun pepohonan. Sungai-sungai kecil nan jernih banyak mengalir di sela-sela perjalanan, memungkinkan kita untuk singgah sejenak untuk melepas dahaga. Perjalanan kemarin kulakukan bersama-sama dengan rombongan yang berjumlah tak kurang dari 50 orang, Walaupun aku menyusul sehari kemudian menuju lokasi. Ada yang berkesan saat menikmati pagi pertama di kawasan ini, yaitu pemandangan jelas dari 3 gunung yang berada di dekatnya, yaitu Gunung Gede dengan kawahnya yang menakjubkan, Gunung Pangrango, dan Gunung Salak agak di kejauhan sana. Pada malam pertama aku camping di Gunung Luhur, dan pada malam kedua di Gunung Kencana. Sampai dengan saat meninggalkan lokasi, cuaca sedang sangat bersahabat, cerah dan berawan. Hampir tak pernah ada tanda-tanda akan hujan, padahal saat itu tren cuaca di lokasi sedang menunjukkan modus kearah "basah". Satu hal yang berkesan sangat dari kawasan ini, adalah adanya kemungkinan bahwa mata air jernih yang mengalir di banyak titik ini adalah mata air bagi sungai ciliwung yang hitam pekat mengaliri Jakarta. Terbayang juga bagaimana parahnya proses degradasi kualitas air yang terjadi entah karena faktor apapun itu, sampai-sampai bisa menjadi sekelam kualitas air Sungai Ciliwung (dan juga sungai-sungai lain yang ada di Jakarta). Kawasan Gunung Kencana ini sendiri sepanjang perjalananku disana masih bisa dibilang perawan, karena sampah plastik sangat teramat jarang bisa ditemui, aku cuma berharap bahwa hal ini terjadi bukan karena kawasan ini masih jarang dijamah manusia, tapi karena kualitas si manusia yang datang / pergi itu sendiri yang sudah sangat berwawasan lingkungan. Akhir-akhir ini, kawasan Gunung Kencana menjadi lokasi favorit bagi para organisasi pecinta alam untuk mengadakan malam inisiasi, penggojlokan, pelantikan anggota baru atau apalah nama dan maksud tujuannya. Hal ini dikarenakan alasan kepraktisan lokasi yang tersedia, sehingga tidak perlu lagi bersusah payah merencanakan sebuah acara yang super-repot di gunung-gunung "sungguhan". Kemarin pada saat yang bersamaan terdapat paling tidak 2 Mapala lain yang sedang berada di lokasi untuk kegiatannya masing-masing. Hal ini pastinya menimbulkan adanya kekhawatiran tersendiri terhadap adanya ancaman degradasi lingkungan yang muncul, mengingat kualitas Mapala yang hadir berbeda-beda, atau mungkin bukan Mapala yang hadir melainkan hanya sekelompok orang yang datang untuk camping dengan segala kecerobohannya (ala orang kota) yang pada akhirnya memberikan dampak yang tidak bagus bagi lingkungan. Seiring perjalanan menuruni lokasi kembali ke kota, benakku berisi banyak pertanyaan dan kegelisahan karenanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar