Mungkin sebagian dari kalian lebih suka menghabiskan sebagian waktu kalian berada di suatu tempat dimana banyak orang berada disekelilingnya. Ada juga yang memilih untuk menyendiri dalam suatu kesunyian. Apapun pilihannya, dunia menyediakan tempat bagi kedua pilihan tersebut. Termasuk untuk pilihan kedua. Dalam sebuah jalur perjalanan Dampit menuju Lumajang via Piket-Nol ba'da maghrib, hiruk pikuk dunia seperti telah ditarik dari peredarannya. Mungkin turunnya hujan sedari siang hingga beberapa kali saat ku beperjalanan, yang membuatku beberapa kali menepi untuk sekedar berteduh dan menikmati suasana, turut menyumbang sebagian besar porsi kesunyian dunia.
Hanya suara serangga malam dan hujan yang mendominasi indera pendengaranku, dengan sesekali bunyi kendaraan berlalu didepanku menghadirkan sebuah kegaduhan dalam tempo sekejap untuk kemudian terserap kembali dengan cepat kedalam gelapnya kesunyian malam. Udara dingin mulai mencoba untuk mendominasi suhu tubuhku. Jalur ini pernah kutempuh 2 tahun sebelumnya dalam perjalanan Lombok menuju Jakarta, sehingga di beberapa titik tempat, seperti menceritakan sebuah kisah keintiman yang pernah timbul antara aku dengan tempat-tempat sunyi ini.
Hujan turun selalu hanya dalam waktu yang tidak lama, untuk mengizinkanku kembali beperjalanan untuk kemudian menyuruhkan kembali menepi dan kemudian hilang kembali. Demikianlah siklus hujan malam itu menemani perjalananku. Di tengah absennya hujan, bulan waxing gibbous - setengah lingkaran memberikan sinarnya ketika mengintip dari balik tabir awan memberikan siluet cerah kepada Gunung Semeru disisi utara. Begitu tenang sang Mahameru saat itu, sangat jauh berbeda ketika kulihat dari kotak televisi ketika memberitakan murka sang gunung. Jalanan berliku di gelap malam, sesekali diterangi oleh cahaya truk dan mobil yang berjalan berlawanan arah. Kota-kota kecamatan kecil juga memberi cahaya ketika aku melewatinya, setelah itu kembali gelap, kembali sunyi, dan kembali dingin. Warung kecil di pinggir jalan juga memberikan setitik terang bagi malam ditengah rimba Piket Nol.
Setiba di kota Lumajang, situasi ternyata berubah total. Kota yang masih dalam suasana pesta perayaan hari jadinya tanggal 15 Desember kemarin. Harjalu (Hari Jadi Lumajang), masih terlihat dirayakan oleh para penduduknya, 3 buah mobil dengan speaker besar yang tak henti-hentinya menghadirkan kebisingan musik-musik dari dangdut sampai PSY-gangnam style kepada telinga para penduduk yang sedang menikmati malam di sepanjang jalan. Aku sendiri bergegas langsung melewatinya menuju kesuatu tempat dimana kesunyian lain akan memelukku.
Beberapa tempat memang masih (sangat) sepi |